BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kemandirian
Anak Sekolah Dasar
Kemandirian seorang anak menurut Anas Suwarsiyah
(1999) akan terwujud dengan kehadiran orang tua terutama seorang ibu terhadap
anaknya, terlebih sebelum anak mencapai usia dua tahun. Pada saat ini material child bonding (keeratan) dapat terbentuk
sehingga dapat menumbuhkan attachment (kelekatan) antara anak dan ibu. Jika
bonding sudah terbentuk, secara psikologis akan merasa aman. Dengan adanya rasa
aman yang diperoleh melalui bonding dan attachement ibu sebagai figur maka
dapat terbentuk kemandirian anak tanpa rasa takut. Mandiri tanpa seorang figur
akan menyebabkan beban psikologi, dan anak bisa lari ke figur lain yang mungkin
negatif. Contoh, lepas dari orang tua dan lari ke pergaulan dengan teman-teman
sebaya yang negatif.
Bagi anak usia SD, kemandirian merupakan faktor
psikologis yang fundamental, sebab sebagai jembatan untuk lepas dari ikatan
emosional orang lain, terutama orangtua. Perkembangan kemandirian pada anak SD
diawali dengan pemudaran ikatan emosional (emotional bound) orang tua-anak pada
masa kecil. Tidak mudah bagi anak dalam memperjuangkannya. Kesulitannya
terletak pada upaya pemutusan ikatan infantile yang telah berkembang dan
dinikmati dengan penuh rasa nyaman selama masa kanak-kanak. Bahkan pemutusan
ikatan infantile itu sering menimbulkan reaksi yang sulit dipahami bagi kedua
belah pihak-anak dan orang tua (rice, 1996). Dalam upanya itu mereka terkadang
harus menentang keinginan dan aturan orang tua. Orang tua terkadang mempersepsi
upaya pemutusan simpul-simpul ikatan infantile yang dilakukan remaja sebagai
pemberontakan. Menurut Steinberg (1995) jika anak mampu memutuskan
simpul-simpul ikatan infantile maka ia akan melakukan separasi, yakni pemisahan
diri dari keluarga. Keberhasilan dalam melakukan separasi inilah yang merupakan
dasar bagi pencapaian kemandirian terutama kemandirian yang bersifat
independence. Dengan kata lain kemandirian yang pertama muncul pada diri
individu adalah kemandirian yang bersifat independence yakni lepasnya
ikatan-ikatan emosional infantile individu, sehingga ia dapat menentukan
sesuatu tanpa harus selalu ada dukungan emosional dari orangtua.
Oleh karena itu pada masa anak sekolah menjelang pubertas
ada suatu pergerakan kemandirian yang dinamis dari ketidakmandirian individu
pada masa kanak-kanak menuju kemandirian yang lebih bersifat autonomy pada masa
remaja dan dewasa.
2.2 Wawancara Ibu Wakinem selaku Wali Kelas
Ana Puspita
Penanya : Ibu bagaimana sikap Ana
dikelas?
Ibu Wakinem :
Menurut Ibu sikap Ana baik seperti anak-anak yang lainnya
dan aktif serta mudah memahami materi
pelajaran meskipun
tidak masuk 10 besar.
Penanya : Ibu, apakah Ana sering
bertengkar dengan temannya
sekelasnya?
Ibu Wakinem : tidak terlalu sering, tapi Ibu pernah
lihat Ana bertengkar
namun tidak berkelanjutan, hanya bertengkar
iseng saja sama
temannya.
Penanya : Ibu, apakah Ana mandiri
dalam belajar?
Ibu Wakinem : Cara belajarnya cukup mandiri jika
dikelas
Penanya : Ibu, bagaimana proses
sosialisasi Ana dikelas, apakah dia
mudah bergaul dengan teman sebayanya atau dia sering
menyendiri ?
Ibu Wakinem
: Ana ini Ibu perhatikan mudah bergaul, mudahbersosialisasi,
mempunyai banyak teman meskipun kadang ada saat
bertengkarnya.
Penanya : Ibu, apakah Ana rajin dalam
melaksanakan piket kelas ?
Ibu Wakinem : iya rajin dan sering membersihkan kelas, karena selama ini
Ibu
tidak pernah mendapat laporan dari kelompok piketnya
Penanya : Ibu, apakah dalam proses
pembelajaran Ana sering
mengobrol
dengan teman sebangku atau dengan teman yang lainnya
Ibu Wakinem : jika proses belajarnya sudah berlangsung
cukup lama
biasanya Ana mengobrol seperti anak lainnya, mungkin
karena merasa jenuh.
Penanya : Ibu, apakah ketika Ana ijin
ke kamar mandi selali
didampingi temannya ataukah selalu sendiri ?
Ibu Wakinem : tidak, dia selalu mengajak temannya,
mungkin karena dia
takut, Ibu juga
memakluminya
Penanya : Ibu, bagaimana sikap Ana
ketika mengerjakan ulangan
harian ?
Ibu Wakinem : Ibu perhatikan, ketika mengerjakan
soal ulangan harian dia
selalu
mengerjakan sendiri.
Penanya : Ibu, apakah setiap pekerjaan
rumah (PR) Ana selalu
mengumpulkan pekerjaan
rumahnya dengan tepat waktu ?
Ibu Wakinem : Iya, dia selalu mengumpulkan
tugasnya dengan tepat waktu
Penanya : Ibu, apakah Ana menguasai
dalam setiap materi yang Ibu
berikan ?
seperti perkalian, membaca, menulis dan lainnya,
bagaimana bu ?
Ibu Wakinem : alhamdullillah sejauh ini Ana
termasuk anak yang mudah
menyerap setiap
materi yang Ibu ajarkan
Penanya : Ibu, apakah orangtua Ana sering mendatangi
Ibu untuk
menanyakan perkembangan Ana di sekolah dan di kelas ?
Ibu Wakinem : tidak sering, tetapi biasanya ketika
pengambilan rapot
orangtuanya
selalu menanyakan perkembangan dan
prestasinya
Penanya : Ibu, apakah Ana giat
mengikuti ekstrakulikuler di sekolah ?
Ibu Wakinem : iya, dia giat dalam mengikuti
ekstrakulikuler di sekolah,
seperti ekstrakulikuler silat, volly dan pramuka.
2.3 Wawancara
teman sekelas Ana Puspita (fina dan feni)
Penanya :
apakah Ana selalu bersikap baik terhadap kalian berdua ?
Fina :
iya baik
Feni :
iya Ana baik, tapi terkadang sikapnya egois, menyebalkan
Penanya :
apa yang kalian suka dari Ana ?
Fina :
Ana orangnya baik, ,menyenangkan ketika diajak bermain,
Penanya :
apa yang kalian tidak suka dari diri Ana ?
Feni :
ketika ulangan Ana tidak pernah memberikan contekan,
padahal kami teman dekatnya
Penanya :
apakah kalian suka mengerjakan pekerjaan rumah (PR)
bersama Ana ?
Fina :
tidak, tetapi pernah mengerjakan pekerjaan rumah (PR)
bersama
Penaya :
apakah kalian berdua suka bermain ke rumah Ana ?
Feni :
terkadang kita suka main ke rumahnya jika kita diajak oleh
Ana
2.4 Wawancara
orang tua Ana Puspita
Penanya :
Ibu, bagaimana sikap Ana di rumah ?
Ibu Iis :
sikap Ana ketika di rumah, dia anaknya penurut, suka
membantu Ibu, tapi harus di suruh dulu
Penanya :
Ibu, Ana jika di rumah dia lebih sering bermain atau belajar ?
Ibu Iis :
Ana lebih sering bermain dibandingkan dengan belajar di
rumah
Penanya :
Ibu, bagaimana proses belajar Ana di rumah ?
Ibu Iis :
dalam belajar di rumah, dia harus di suruh, kurang mandiri
Penanya :
Ibu, kapan Ana menggunakan waktunya untuk belajar di
rumah ?
Ibu Iis :
biasanya dia belajar pada saat malam sekitar pukul
19.00 s/d 20.00
WIB
Penanya :
Ibu, apakah Ana dalam mengerjakan pekerjaan rumah (PR)
dia mengerjakan sendiri atau meminta bantuan keluarga
?
Ibu Iis :
dia suka meminta bantuan ketika dia menemukan bahasan
yang tidak dimengerti
Penanya :
apakah Ana suka bercerita kepada Ibu tentang kehidupannya
di sekolah ?
Ibu Iis :
suka, dia suka bercerita tenntang temannya yang baik, teman
yang jail dan teman yang dia suka
Penanya :
Ibu, apakah selama ini Ana pernah mempunyai masalah yang
berat ?
Ibu Iis :
selama ini Ana belum pernah mengalami masalah yang berat
Penanya :
Ibu, apakah Ana suka mengajak teman-temannya ke rumah ?
Ibu Iis :
dia tidak suka mengajak teman-temannya ke rumah
2.5 Wawancara
Kakak Ana Puspita
Penanya :
Apakah Ana suka meminta anda untuk membantu
mengerjakan PR?
Kakak Ana :
Iya.
Penaanya :
lalu, Anda sering membantunya?
Kakak Ana :
Iya, saya sering membantunya.
Penanya :
Apakah Ana mudah menerima apa yang anda ajarkan?
Kakak Ana :
Iya mudah, tapi Ana cepat putus asa kalau dia masih saja
tidak bisa dalam
mengerjakan tugasnya.
Penanya :
Lalu bagaimana jika Ana marah? Solusinya bagaimana agar
Ana tetap mau
belajar?
Kakak Ana :
Saya marahi, supaya Ana tetap mengerjakan tugasnya.
Penanya :
Lalu bagaimana tindakan Ana?
Kakak Ana :
Akhirnya Ana suka menangis.
BAB III
PENUTUP
1.1 Simpulan
kemandirian diartikan sebagai suatu bentuk kepribadian yang terbebas dari
sikap ketergantungan. Akan tetapi bukan sebagai persoalan yang tanpa
sosialisasi melainkan sebagai suatu kemandirian yang terarah melalui pengaruh
lingkungan (orang tua/pendidik) yang postif. Dari hasil observasi kami kepada Wali kelas, Orang
tua, dan teman dekat Ana Puspita dapat menyimpulkan bahwa kemandirian pada usia
Anak Sekolah Dasar belum matang khususnya kemandirian Ana Puspita (Objek
Observasi).
1.2 Saran
Bagi Wali Kelas, Ana Puspita lemah dalam belajar mandiri
saran kami lebih ditambahkan tugas-tugas belajarnya. Untuk orang tua Ana
Puspita diusahakan selalu mengarahkan Ana dalam mengerjakan tugas dari
sekolahnya. Karena Objek Observasi kami cenderung kurang mandiri dalam
mengerjakan tugas dari sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Aswarni Sudjud, 1996. Konsep Pendidikan Prasekolah, Yogyakarta: IKIP
Yogyakarta.
Budiamin Amin, Dkk. Perkembangan Peserta Didik. Edisi
kesatu, Bandung: UPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar