Blogger Widgets

Jumat, 12 Juli 2013

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK (KEMANDIRIAN)




BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Kemandirian Anak Sekolah Dasar
Kemandirian seorang anak menurut Anas Suwarsiyah (1999) akan terwujud dengan kehadiran orang tua terutama seorang ibu terhadap anaknya, terlebih sebelum anak mencapai usia dua tahun. Pada saat ini material child bonding (keeratan) dapat terbentuk sehingga dapat menumbuhkan attachment (kelekatan) antara anak dan ibu. Jika bonding sudah terbentuk, secara psikologis akan merasa aman. Dengan adanya rasa aman yang diperoleh melalui bonding dan attachement ibu sebagai figur maka dapat terbentuk kemandirian anak tanpa rasa takut. Mandiri tanpa seorang figur akan menyebabkan beban psikologi, dan anak bisa lari ke figur lain yang mungkin negatif. Contoh, lepas dari orang tua dan lari ke pergaulan dengan teman-teman sebaya yang negatif.


Bagi anak usia SD, kemandirian merupakan faktor psikologis yang fundamental, sebab sebagai jembatan untuk lepas dari ikatan emosional orang lain, terutama orangtua. Perkembangan kemandirian pada anak SD diawali dengan pemudaran ikatan emosional (emotional bound) orang tua-anak pada masa kecil. Tidak mudah bagi anak dalam memperjuangkannya. Kesulitannya terletak pada upaya pemutusan ikatan infantile yang telah berkembang dan dinikmati dengan penuh rasa nyaman selama masa kanak-kanak. Bahkan pemutusan ikatan infantile itu sering menimbulkan reaksi yang sulit dipahami bagi kedua belah pihak-anak dan orang tua (rice, 1996). Dalam upanya itu mereka terkadang harus menentang keinginan dan aturan orang tua. Orang tua terkadang mempersepsi upaya pemutusan simpul-simpul ikatan infantile yang dilakukan remaja sebagai pemberontakan. Menurut Steinberg (1995) jika anak mampu memutuskan simpul-simpul ikatan infantile maka ia akan melakukan separasi, yakni pemisahan diri dari keluarga. Keberhasilan dalam melakukan separasi inilah yang merupakan dasar bagi pencapaian kemandirian terutama kemandirian yang bersifat independence. Dengan kata lain kemandirian yang pertama muncul pada diri individu adalah kemandirian yang bersifat independence yakni lepasnya ikatan-ikatan emosional infantile individu, sehingga ia dapat menentukan sesuatu tanpa harus selalu ada dukungan emosional dari orangtua.
Oleh karena itu pada masa anak sekolah menjelang pubertas ada suatu pergerakan kemandirian yang dinamis dari ketidakmandirian individu pada masa kanak-kanak menuju kemandirian yang lebih bersifat autonomy pada masa remaja dan dewasa. 
2.2  Wawancara Ibu Wakinem selaku Wali Kelas Ana Puspita
Penanya                 : Ibu bagaimana sikap Ana dikelas?
Ibu Wakinem        : Menurut Ibu sikap Ana baik seperti anak-anak yang lainnya
  dan aktif serta mudah memahami materi pelajaran meskipun
  tidak masuk 10 besar.
     Penanya                  : Ibu, apakah Ana sering bertengkar dengan temannya
                                      sekelasnya?
     Ibu Wakinem         : tidak terlalu sering, tapi Ibu pernah lihat Ana bertengkar
  namun tidak berkelanjutan, hanya bertengkar iseng saja sama
  temannya.
    Penanya                   : Ibu, apakah Ana mandiri dalam belajar?
    Ibu Wakinem          : Cara belajarnya cukup mandiri jika dikelas
Penanya                  : Ibu, bagaimana proses sosialisasi Ana dikelas, apakah dia
mudah bergaul dengan teman sebayanya atau dia sering
menyendiri ?
Ibu Wakinem         : Ana ini Ibu perhatikan mudah bergaul, mudahbersosialisasi,
mempunyai banyak teman meskipun kadang ada saat
bertengkarnya.
Penanya                  : Ibu, apakah Ana rajin dalam melaksanakan piket kelas ?
Ibu Wakinem         : iya rajin dan sering membersihkan kelas, karena selama ini
                                 Ibu tidak pernah mendapat laporan dari kelompok piketnya
Penanya                  : Ibu, apakah dalam proses pembelajaran Ana sering
mengobrol dengan teman sebangku atau dengan teman yang lainnya
Ibu Wakinem          : jika proses belajarnya sudah berlangsung cukup lama
biasanya Ana mengobrol seperti anak lainnya, mungkin
karena merasa jenuh.
Penanya                  : Ibu, apakah ketika Ana ijin ke kamar mandi selali
didampingi temannya ataukah selalu sendiri ?
Ibu Wakinem          : tidak, dia selalu mengajak temannya, mungkin karena dia
takut, Ibu juga memakluminya
Penanya                  : Ibu, bagaimana sikap Ana ketika mengerjakan ulangan
harian ?
Ibu Wakinem          : Ibu perhatikan, ketika mengerjakan soal ulangan harian dia
selalu mengerjakan sendiri.
Penanya                  : Ibu, apakah setiap pekerjaan rumah (PR) Ana selalu
mengumpulkan pekerjaan rumahnya dengan tepat waktu ?
Ibu Wakinem          : Iya, dia selalu mengumpulkan tugasnya dengan tepat waktu
Penanya                  : Ibu, apakah Ana menguasai dalam setiap materi yang Ibu
berikan ? seperti perkalian, membaca, menulis dan lainnya,
bagaimana bu ?
Ibu Wakinem          : alhamdullillah sejauh ini Ana termasuk anak yang mudah
menyerap setiap materi yang Ibu ajarkan
Penanya                   : Ibu, apakah orangtua Ana sering mendatangi Ibu untuk
menanyakan perkembangan Ana di sekolah dan di kelas ?
Ibu Wakinem          : tidak sering, tetapi biasanya ketika pengambilan rapot
                                    orangtuanya selalu menanyakan perkembangan dan
prestasinya
Penanya                  : Ibu, apakah Ana giat mengikuti ekstrakulikuler di sekolah ?
Ibu Wakinem          : iya, dia giat dalam mengikuti ekstrakulikuler di sekolah,
seperti ekstrakulikuler silat, volly dan pramuka.
2.3  Wawancara teman sekelas Ana Puspita (fina dan feni)
Penanya                 : apakah Ana selalu bersikap baik terhadap kalian berdua ?
Fina                       : iya baik
Feni                       : iya Ana baik, tapi terkadang sikapnya egois, menyebalkan
Penanya                 : apa yang kalian suka dari Ana ?
Fina                       : Ana orangnya baik, ,menyenangkan ketika diajak bermain,
Penanya                 : apa yang kalian tidak suka dari diri Ana ?
Feni                       : ketika ulangan Ana tidak pernah memberikan contekan,
padahal kami teman dekatnya
Penanya                 : apakah kalian suka mengerjakan pekerjaan rumah (PR)
bersama Ana ?
Fina                       : tidak, tetapi pernah mengerjakan pekerjaan rumah (PR)
bersama
Penaya                   : apakah kalian berdua suka bermain ke rumah Ana ?
Feni                       : terkadang kita suka main ke rumahnya jika kita diajak oleh
Ana


2.4  Wawancara orang tua Ana Puspita
Penanya                 : Ibu, bagaimana sikap Ana di rumah ?
Ibu Iis                    : sikap Ana ketika di rumah, dia anaknya penurut, suka
membantu Ibu, tapi harus di suruh dulu
Penanya                 : Ibu, Ana jika di rumah dia lebih sering bermain atau belajar ?
Ibu Iis                    : Ana lebih sering bermain dibandingkan dengan belajar di
rumah
Penanya                 : Ibu, bagaimana proses belajar Ana di rumah ?
Ibu Iis                    : dalam belajar di rumah, dia harus di suruh, kurang mandiri
Penanya                 : Ibu, kapan Ana menggunakan waktunya untuk belajar di
rumah ?
Ibu Iis                    : biasanya dia belajar pada saat malam sekitar pukul
 19.00 s/d 20.00 WIB
Penanya                 : Ibu, apakah Ana dalam mengerjakan pekerjaan rumah (PR)
dia mengerjakan sendiri atau meminta bantuan keluarga ?
Ibu Iis                    : dia suka meminta bantuan ketika dia menemukan bahasan
yang tidak dimengerti
Penanya                 : apakah Ana suka bercerita kepada Ibu tentang kehidupannya
di sekolah ?
Ibu Iis                    : suka, dia suka bercerita tenntang temannya yang baik, teman
yang jail dan teman yang dia suka
Penanya                 : Ibu, apakah selama ini Ana pernah mempunyai masalah yang
berat ?
Ibu Iis                    : selama ini Ana belum pernah mengalami masalah yang berat
Penanya                 : Ibu, apakah Ana suka mengajak teman-temannya ke rumah ?
Ibu Iis                    : dia tidak suka mengajak teman-temannya ke rumah

2.5  Wawancara Kakak Ana Puspita
Penanya                 : Apakah Ana suka meminta anda untuk membantu
mengerjakan PR?
Kakak Ana            : Iya.
Penaanya               : lalu, Anda sering membantunya?
Kakak Ana            : Iya, saya sering membantunya.
Penanya                 : Apakah Ana mudah menerima apa yang anda ajarkan?
Kakak Ana            : Iya mudah, tapi Ana cepat putus asa kalau dia masih saja
tidak bisa dalam mengerjakan tugasnya.
Penanya                 : Lalu bagaimana jika Ana marah? Solusinya bagaimana agar
Ana tetap mau belajar?
Kakak Ana            : Saya marahi, supaya Ana tetap mengerjakan tugasnya.
Penanya                 : Lalu bagaimana tindakan Ana?
Kakak Ana            : Akhirnya Ana suka menangis.



BAB III
PENUTUP

1.1  Simpulan
kemandirian diartikan sebagai suatu bentuk kepribadian yang terbebas dari sikap ketergantungan. Akan tetapi bukan sebagai persoalan yang tanpa sosialisasi melainkan sebagai suatu kemandirian yang terarah melalui pengaruh lingkungan (orang tua/pendidik) yang postif. Dari hasil observasi kami kepada Wali kelas, Orang tua, dan teman dekat Ana Puspita dapat menyimpulkan bahwa kemandirian pada usia Anak Sekolah Dasar belum matang khususnya kemandirian Ana Puspita (Objek Observasi).

1.2  Saran
Bagi Wali Kelas, Ana Puspita lemah dalam belajar mandiri saran kami lebih ditambahkan tugas-tugas belajarnya. Untuk orang tua Ana Puspita diusahakan selalu mengarahkan Ana dalam mengerjakan tugas dari sekolahnya. Karena Objek Observasi kami cenderung kurang mandiri dalam mengerjakan tugas dari sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

Aswarni Sudjud, 1996. Konsep Pendidikan Prasekolah, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Budiamin Amin, Dkk. Perkembangan Peserta Didik. Edisi kesatu, Bandung: UPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar